Kediri
Sepeninggal
Airlangga, Medang Kamulan dibagi dua. Kediri diperintah Samara Wijaya,
Jenggala diperintah Panji Garasakan. Tidak banyak informasi mengenai
pemerintahan Samarawijaya. Data sejarah menyebutkan raja yang berikutnya
bernama Sri Bameswara. Raja ini banyak meninggalkan prasasti. Namun,
tidak banyak informasi dari prasasti-prasasti tersebut kecuali perihal
kehidupan keagamaan saja.
Pada
perkembangan selanjutnya, kedua kerajaan tersebut tidak dapat hidup
berdampingan secara damai. Terjadilah perang saudara yang berlangsung hingga
1052. Semula Jenggala menang, namun Jenggala berhasil ditaklukkan oleh
Samarawijaya raja Kediri. Dengan demikian, Kediri berhak memimpin kekuasaan.
Pengganti Bameswara adalah Jayabaya. Di bawah pemerintahahnya, Kediri
berhasil menguasai kembali Janggala yang sempat memberontak kembali karena
ingin memisahkan diri. Keberhasilannya ini mengingatkan orang pada keberhasilan
Airlangga mempersatukan Medang Kamulan yang sempat tercerai berai. Itulah
sebabnya Jayabaya dianggap sama dengan Airlangga yang juga dianggap sebagai
penjelmaan Dewa Wisnu dan mengenakan lencana narasingha.
Jayabaya,
bergelar Sri Maharaja Sri Warmeswara, memerintah Kediri cukup lama, dari
1057-1079 Saka atau 1135- 1157 M. Raja selanjutya adalah Sarweswara (1160−1170),
Aryeswara (1170−1180), Sri Gandra (1180−1190), Sringga
Kameswara (1190−1200), dan Kertajaya (1200−1222). Raja Kediri
umumnya dibantu oleh 4 orang menteri, 300 orang pegawai administrasi, dan 1.000
orang sebagai pegawai yang mengurus perbendaharaan keuangan, pertahahan, dan
administrasi. Untuk menjaga keamanan, diangkat pula para panglima dengan
prajurit berjumlah 30.000 orang.
Di bawah
pemerintahan Jayabaya, Kediri mencapai puncak kejayaannya. Jayabaya dikenal
sebagai raja yang besar dan bijaksana. Ia juga dikenal sebagai pujangga. Karya
Jayabaya yang hingga kini sangat dikenal adalah Jangka Jayabaya, yang
berisi ramalan Jayabaya tentang masa depan Jawa dan datangnya sang Ratu Adil
yang akan menghantarkan rakyat Jawa pada masa keemasannya kembali.
Raja
terakhir Kediri adalah Kertajaya. Kekuasaan Kertajaya berakhir setelah
dikalahkan Ken Arok dari Tumapel tahun 1222. Pertempuran ini berawal
ketika para biksu Buddha Kediri dikejarkejar Kertajaya karena mereka kecewa
terhadap kebijakan Kertajaya yang mengintimidasi umat Buddha. Para biksu
tersebut lalu datang ke Tumapel untuk meminta perlindungan Ken Arok, penguasa
(akuwu) Tumapel. Ken Arok mengabulkan permintaan mereka. Kertajaya meminta Ken
Arok agar menyerahkan para rahib itu, namun ditolaknya. Terjadilah pertempuran
di desa Ganter, Kertajaya berhasil dibunuh Ken Arok. Dengan meninggalnya
Kertajaya, hancurlah Kediri.
Kehidupan
Sosial-Ekonomi Masyarakat Kediri
Kehidupan
politik kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha membawa perubahan baru dalam kehidupan
sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Struktur sosial dari masa Kutai hingga
Majapahit mengalami perkembangan yang ber-evolusi namun progresif. Dunia
perekonomian pun mengalami perkembangan: dari yang semula sistem barter hingga
sistem nilai tukar uang.
Kediri
terkenal dengan kehidupan masyarakatnya yang damai. Menurut berita Cina,
masyarakat Kediri hidup berkecukupan. Penduduk wanitanya memakai kain sarung
sampai bawah lutut dan rambutnya terurai. Rumah mereka bersih dan rapi,
lantainya dari ubin berwarna hijau dan kuning. Dalam upacara perkawinan mereka
memakai mas kawin dari emas dan perak.
Masyarakatnya
sering mengadakan pesta air (sungai atau laut) maupun pesta gunung sebagai
ungkapan terima kasih kepada para dewa dan leluhur mereka. Kehidupan
perekonomian Kediri berpusat pada bidang pertanian dan perdagangan. Hasil
pertanian masyarakat Kediri umumnya beras. Sementara barang−barang yang
diperdagangkan antara lain emas, kayu cendana, dan pinang.
Walaupun
terletak di pedalaman, jalur perdagangan dan pelayaran maju pesat melalui
Sungai Brantas yang dapat dilayari sampai ke pedalaman wilayah Kediri dan
bermuara di Laut Selatan (Samudera Indonesia). Masyarakat Kediri juga sudah
mempunyai kesadaran tinggi dalam membayar pajak. Mereka membayar pajak dalam
bentuk natura yang diambil dari sebagian hasil bumi mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar